Yogyakarta. Di era digital, kecerdasan buatan (AI) telah menghadirkan berbagai inovasi yang signifikan dalam berbagai aspek kehidupan, termasuk peningkatan aksesibilitas bagi penyandang tunarungu. Bahasa isyarat merupakan alat komunikasi utama bagi mereka, tetapi masih menghadapi tantangan ketika berinteraksi dengan masyarakat luas yang belum memahami sistem ini.
Dengan hadirnya teknologi AI, hambatan tersebut mulai teratasi melalui sistem otomatis yang mampu menerjemahkan gerakan tangan menjadi teks atau suara. Teknologi ini memanfaatkan computer vision dan deep learning untuk mengenali pola gerakan tangan, ekspresi wajah, serta elemen lain dalam bahasa isyarat. Salah satu metode yang digunakan adalah Convolutional Neural Network (CNN), yang memungkinkan sistem mengidentifikasi dan mengklasifikasikan gerakan tangan dari gambar atau video.
Beberapa perangkat telah mengintegrasikan sensor dalam sarung tangan pintar, yang menangkap gerakan jari dan mengonversinya menjadi teks atau audio, sehingga memudahkan komunikasi bagi penyandang tunarungu.
Di Indonesia, penelitian tentang pengenalan Sistem Isyarat Bahasa Indonesia (SIBI) berbasis AI juga mulai dikembangkan. Teknologi ini berpotensi digunakan dalam berbagai bidang seperti pendidikan, layanan publik, dan media komunikasi guna memperluas akses bagi penyandang tunarungu.
Selain itu, AI juga mulai dikombinasikan dengan teknologi Virtual Reality (VR) dan Augmented Reality (AR) untuk menciptakan pengalaman komunikasi yang lebih imersif. VR memungkinkan pembelajaran bahasa isyarat melalui simulasi lingkungan nyata, sementara AR memungkinkan penerjemahan bahasa isyarat secara real-time melalui perangkat seperti kacamata pintar.
Tantangan dalam Pengembangan AI untuk Bahasa Isyarat
Meskipun menjanjikan, penerapan AI dalam bahasa isyarat masih menghadapi berbagai tantangan. Salah satu kendala utama adalah keterbatasan data, karena AI memerlukan kumpulan data yang besar dan bervariasi agar dapat mencapai akurasi tinggi.
Bahasa isyarat tidak hanya mencakup gerakan tangan, tetapi juga ekspresi wajah dan pola bahasa yang kompleks, sehingga sulit untuk sepenuhnya dipahami oleh sistem AI. Selain itu, setiap negara memiliki variasi bahasa isyarat yang berbeda, sehingga AI harus disesuaikan dengan karakteristik masing-masing wilayah.
Faktor lain yang menjadi tantangan adalah keandalan teknologi dalam kondisi pencahayaan dan lingkungan yang beragam. Sistem berbasis kamera sering mengalami kesulitan jika kondisi pencahayaan kurang atau terdapat objek yang mengganggu deteksi gerakan tangan dan ekspresi wajah. Oleh karena itu, teknologi ini perlu dirancang agar dapat berfungsi optimal dalam berbagai situasi nyata.
Masa Depan Teknologi AI dalam Bahasa Isyarat
Terlepas dari tantangan tersebut, pengembangan AI dalam bahasa isyarat memiliki prospek yang cerah. Dengan dukungan dari akademisi, pemerintah, dan industri teknologi, AI berpotensi menjadi solusi nyata dalam menciptakan masyarakat yang lebih inklusif.
Kemajuan AI dalam pengenalan bahasa isyarat menunjukkan bahwa inovasi digital dapat menjadi alat penting dalam mewujudkan kesetaraan komunikasi. Dengan terus mendorong penelitian dan pengembangan di bidang ini, diharapkan akan lebih banyak perangkat yang membantu penyandang tunarungu untuk berkomunikasi dengan lebih mudah dan efektif.
Pada akhirnya, teknologi ini tidak hanya memberikan manfaat bagi penyandang tunarungu, tetapi juga mendorong terbentuknya masyarakat yang lebih inklusif dan saling memahami. Dengan perkembangan AI yang terus berlanjut, bukan tidak mungkin hambatan komunikasi akibat perbedaan bahasa isyarat dapat sepenuhnya diatasi melalui solusi cerdas dan inovatif.
ARIS RAKHMADI, S.T., M.Eng. adalah seorang dosen di Universitas Muhammadiyah Surakarta yang sedang menempuh S3 Informatika di Universitas Ahmad Dahlan.