Bantul – Universitas Alma Ata (UAA) bersama Kalurahan Guwosari, Pajangan, Bantul, meluncurkan program EMAS ZEST (Empowering Mothers and Society for Zero Stunting). Program ini lahir dari Hibah Program Kemitraan Masyarakat (PKM) Kemendiktisaintek 2025, yang berfokus pada pencegahan stunting berbasis kolaborasi antara akademisi, pemerintah desa, dan masyarakat.
Program EMAS ZEST melibatkan langsung 30 kader kesehatan dan 15 ibu hamil sebagai peserta utama. Mereka menjadi mitra strategis dalam upaya peningkatan kapasitas pengetahuan dan keterampilan pencegahan stunting. Tahapan kegiatan dimulai dengan survei awal dan Focus Group Discussion (FGD) untuk memetakan kebutuhan mitra. Hasil FGD menegaskan pentingnya penguatan kader dan pendampingan ibu hamil sebagai garda terdepan pencegahan stunting.
Selanjutnya, tim UAA menyelenggarakan pelatihan intensif selama dua hari dari tanggal 29 sampai dengan 30 Agustus 2025. Materi yang diberikan mencakup Integrasi Layanan Primer (ILP), pencegahan stunting, gizi seimbang berbasis ketahanan pangan keluarga, serta praktik pemanfaatan aquaponik ember “KITA PANEN”. Para peserta tidak hanya menerima teori, tetapi juga praktik langsung agar siap menerapkan pengetahuan dalam kegiatan posyandu dan kehidupan sehari-hari.
Tidak berhenti pada pelatihan, program akan berlanjut dengan pendampingan dan monitoring evaluasi (monev). Kader didampingi dalam penerapan alur layanan posyandu ILP dan melaksanakan kunjungan rumah ibu hamil, sehingga hasil pelatihan dapat langsung dirasakan oleh masyarakat.
Lurah Guwosari Masduki Rahmad, SIP, menyampaikan apresiasinya:
“Kami sangat terbantu dengan adanya Program EMAS ZEST. Kader kami mendapatkan ilmu baru, masyarakat pun makin peduli terhadap gizi keluarga. Kolaborasi ini memberi energi positif bagi Guwosari untuk bergerak bersama mewujudkan zero stunting,” ungkapnya.
Sementara itu, Arini Hardianti, S.Gz., MPH, narasumber dari Dinas Kesehatan Kota Yogyakarta, menegaskan pentingnya keterlibatan berbagai pihak.
“Stunting bukan hanya masalah kesehatan, tetapi juga masa depan generasi. Program seperti EMAS ZEST menunjukkan bahwa dengan sinergi kampus, desa, dan masyarakat, kita bisa memperkuat ketahanan gizi sejak keluarga. Model ini layak ditiru di daerah lain,” jelasnya.
Selama pelatihan dua hari, para kader dan ibu hamil terlibat aktif dalam diskusi maupun praktik langsung. Materi tentang ILP, gizi seimbang, pencegahan stunting, hingga pemanfaatan aquaponik ember “KITA PANEN” disambut antusias. Peserta menilai kegiatan ini memberi bekal yang bermanfaat dan bisa diterapkan dalam kegiatan posyandu serta kehidupan keluarga sehari-hari.
Ketua tim PKM dari UAA, Dr. Anafrin Yugistyowati, M.Kep., Sp.Kep., An., menegaskan bahwa keberhasilan program tidak hanya bergantung pada kegiatan pelatihan, tetapi juga pada keterlibatan semua pihak di masyarakat.
“Melalui EMAS ZEST, kami ingin menekankan pentingnya peran kader sebagai ujung tombak pelayanan kesehatan, sekaligus peran ibu hamil dan keluarga sejak dini dalam mencegah stunting. Ketika kader terampil memberikan layanan dan keluarga mampu menjaga kesehatan ibu serta pemenuhan gizi sejak masa kehamilan, maka keberlanjutan praktik di masyarakat akan lebih mudah terwujud. Harapannya, Guwosari dapat menjadi desa percontohan dalam pencegahan stunting melalui sinergi ilmu, aksi nyata, dan partisipasi keluarga,” jelasnya.
Dengan melibatkan kader dan ibu hamil secara aktif, EMAS ZEST menjadi bukti nyata bahwa kolaborasi dapat melahirkan solusi konkret untuk menurunkan stunting, sekaligus menyiapkan generasi emas Indonesia 2045.


